Bangsa yang abai terhadap guru akan sulit maju karena kualitas generasi penerus ditentukan oleh guru—selain orangtua dan pemerintah. Hal ini sudah menjadi pengetahuan umum tetapi sulit dalam praktik. Pemerintah setengah hati meningkatkan mutu pendidikan melalui perbaikan guru dalam beragam aspeknya.
Hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) dpp-kkdb sulsel beberapa tahun terakhir menunjukkan kompetensi guru Indonesia rendah. Peringkat rendah Indonesia dalam beberapa pemeringkatan dunia tentang kemampuan siswa dalam bidang membaca, Matematika, dan Sains juga secara tidak langsung menunjukkan kelemahan kompetensi guru. Rata-rata nasional hasil UKG 2015 bidang pedagogik dan profesional adalah 53,02. Untuk kompetensi bidang pedagogik saja, rata-rata nasionalnya hanya 48,94, yakni berada di bawah standar kompetensi minimal (SKM), yaitu 55 (Maulipaksi, 2016).
Kompetensi
Tanda lain guru tidak kompeten adalah tidak bisa menggunakan komputer, metode mengajarnya ceramah, tidak bisa menerapkan metode mengajar yang aktif dan menyenangkan, tidak bisa memanfaatkan dan mengolah informasi dari internet, tidak kontekstual, dan seterusnya.
Ada memang guru yang sudah tidak memiliki motivasi belajar. Merasa benar dengan apa yang dimiliki dan dilakukannya selama ini. Guru ini sebaiknya mutasi menjadi tenaga kependidikan atau pensiun dini. Pemerintah segera memulai standarisasi perekrutan guru, standarisasi fakultas keguruan, dan standarisasi PPG.
Menurut Mark Brundrett dan Peter Silcock (2002:101) dalam buku Achieving Competence, Success and Excellence in Teaching, “Profesionalisme guru dipengaruhi oleh regulasi, ruang kelas, komunitas sekolah, dan proses pembelajaran di fakultas keguruan”.
Perlu badan khusus, organisasi profesi guru, atau fakultas keguruan—atau unsur kedua terakhir bergabung, yang menyeleksi calon guru selain harus sudah memiliki sertifikat pendidik. Peran psikolog dalam tim ini penting untuk mengetahui minat dan bakat guru dalam diri seseorang.
Pembatasan fakultas keguruan. Saat ini jumlahnya terlalu banyak dan banyak yang tidak bermutu. Fakultas keguruan harus memiliki wibawa di masyarakat. Ia harus dijadikan fakultas elit dan idaman generasi muda. Fakultas keguruan hanya milik pemerintah alias negeri. Input mahasiswa keguruan harus standar tinggi. Dibentuk badan khusus pelaksana PPG atau Prodi PPG di fakultas keguruan.
Dengan demikian, akan dimiliki calon-calon guru yang berkualitas tinggi, yang siap menggantikan generasi guru yang tidak kompeten. Sejak semula, guru disiapkan dengan baik, mulai dari input, proses, hingga seleksinya. Guru menjadi profesi tertutup, di mana selain alumni fakultas keguruan tidak bisa menjadi guru. Pilihan kedua, menjadi profesi terbuka dengan syarat proses PPG bagi mereka dilaksanakan secara baik dan penuh tanggung jawab.
PGRI telah melakukan pelatihan-pelatihan menulis artikel dan buku bagi guru-guru Indonesia, yang bermitra dengan Kemendikbud, Jawa Pos, Kompas, Puskurbuk, dan sebagainya. Pada 2018 ini, PGRI meluncurkan PGRI Smart Learning and Character Center (PSLCC), sebagai tempat belajar siswa dan guru dengan media yang interaktif dan menyenangkan. April 2018 PGRI mengukuhkan Asosiasi Profesi dan Keahlian Sejenis (APKS) di antaranya adalah Asosiasi Guru Kelas, Asosiasi Guru TIK (Teknologi, Informasi, dan Komputer), Asosiasi Guru Penulis, Asosiasi Guru Olahraga, dan Asosiasi Guru Bahasa Asing.
Maret 2018, PGRI bekerjasama dengan Education International dan mitra konsorsium dari Australia, Norway, Swedia, dan Jepang menyelenggarakan pelatihan SIK (sistem informasi keanggotaan) upgraded yang dihadiri oleh admin/pengurus SIK dari 34 Propinsi. Pelatihan ini untuk memperkenalkan penggunaan offline sistem di SIK, dimana sistem ini akan sangat berguna di daerah-daerah yang sulit akses internet, sehingga admin tetap bisa melakukan input data di SIK tanpa akses internet.